Rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi dan pemberian kompensasi kepada rakyat kecil mendapat kritikan dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA). FITRA memandang banyak kebohongan yang tidak diucapkan pemerintah kepada rakyat dibalik rencana kenaikan harga BBM. Kenaikan harga BBM disebut hanya proyek sebagian elit menyusupkan program kepentingan partai politik jelang pemilu 2014.
Sekretaris Jenderal FITRA Yuna Farhan mengatakan salah satu kebohongan pemerintah dalam menaikkan BBM subsidi adalah mengenai penghematan yang mencapai Rp 30 triliun. Namun menurut Farhan, penghematan Rp 30 triliun tersebut hanya akal-akalan pemerintah untuk mengelabui rakyat. Faktanya, dalam data FITRA, alih-alih mengurangi alokasi belanja subsidi, subsidi yang diajukan pemerintah dalam Rancangan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2013 justru membengkak sebesar Rp 16,1 triliun.
Selain itu, Farhan juga menuding pemerintah dalam rencana penyesuaian harga BBM subsidi ini hanya akan menjadi ajang tawar-menawar antar partai politik di DPR. Hal ini diindikasikan dari keputusan pemerintah yang ingin membahas ini bersama DPR dengan dalih meminta izin pemberian kompensasi. Padahal pemerintah sudah punya hak penuh untuk menaikkan harga BBM jika subsidi sudah membahayakan anggaran.
Berangkat dari kebohongan pemerintah ini, FITRA akan menyurati DPR agar menolak pembahasan RAPBN-P 2013 yang diajukan oleh pemerintah. Serta FITRA minta agar mengembalikan diskresi penyesuaian harga BBM kepada pemerintah.
“RAPBN-P sarat kepentingan politik menjelang pemilu 2014, kita akan menyurati DPR walaupun ini terlambat tapi masih memungkinkan,” ucap Farhan dalam konfrensi pers di Sekretariat Nasional FITRA, Jakarta, Minggu (2/6).
Menurut FITRA yang berkantor di Mampang ini, ternyata pemerintah tidak hanya bohong masalah kenaikan harga demi penghematan. Berikut daftar 5 akal-akalan pemerintah dalam mengelabui rakyat soal kebijakan BBM versi FITRA seperti dirangkum Merdeka:
1. Pemerintah tak perlu naikkan harga BBM
Dalam data yang dikemukakan FITRA, dari APBN 2012 masih tersisa Sisa Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp 56,1 triliun. Dengan dana ini, pemerintah seharusnya tidak perlu mengajukan RAPBN-P untuk membahas kompensasi karena kenaikan harga BBM subsidi. SAL tersebut bisa mengcover pembengkakan subsidi BBM Rp 16 triliun dan kompensasi sebesar Rp 30 triliun.
Farhan mengatakan, dengan adanya dana tersebut juga tidak diperlukan justifikasi menambah utang baru sebesar Rp 63,4 triliun. Serta pemerintah juga tidak perlu menambah anggaran pendidikan sebesar Rp 7,5 triliun sebagai konsekuensi penambahan belanja.
Dengan pengajuan RAPBN-P 2013, dia menilai ini adalah siklus politisasi anggaran pada tahun pemilu atau biasa disebut political budget cycles yang juga dilakukan di berbagai negara.
“Menjelang tahun pemilu terjadi penurunan penerimaan pendapatan dan peningkatan belanja diikuti dengan defisit yang besar,” jelasnya.
2. Penurunan target pajak yang bikin APBN defisit
Rencana kenaikan BBM subsidi kali ini didasarkan pada asumsi pemerintah yang mengatakan defisit anggaran akan melebihi 3 persen jika tidak ada penyesuaian harga. Hal demikian berbeda dengan yang dikemukakan FITRA, forum ini menuding ini hanyalah akal-akalan pemerintah. Defisit anggaran melebih 3 persen terjadi karena penurunan perpajakan.
Sekjen FITRA Yuna Farhan mengatakan tambahan beban subsidi BBM hanya berkontribusi 20 persen terhadap defisit anggaran, sementara penurunan penerimaan perpajakan berkontribusi 66 persen terhadap defisit.
“Pemerintah tidak memiliki argumen yang sahih atas penurunan pajak,” jelas Farhan.
Pemerintah dinilai memaksa menaikkan harga minyak tapi memanjakan birokrasi dengan menyetujui penurunan pajak. “Ini jelas tidak adil apalagi di tengah kenyataan praktik korupsi pajak dan potensi penerimaan serta tax ratio yang masih jauh dari potensi yang sebenarnya,” tegasnya.
3. Biaya gaji PNS dan pensiunan melebihi subsidi BBM
Rencana kenaikan BBM subsidi dinilai hanya akan menambah sengsara rakyat kecil, namun kebijakan ini tidak akan terasa untuk pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai kementerian di Indonesia. Beban subsidi yang membengkak seolah harus dibayar rakyat tanpa ada sikap penghematan serupa dari elemen pemerintah.
Sekjen FITRA, Yuna Farhan mengatakan dalam menyehatkan anggaran dengan menekan defisit anggaran, pemerintah tidak mau berkorban. Hal ini dilihat dari pemotongan anggaran semua kementerian lembaga yang totalnya hanya mencapai Rp 7,1 triliun. Serta pemotongan belanja pegawai yang hanya berkurang Rp 1,4 triliun.
“Padahal berkaca pada realisasi APBN 2012, pemerintah tidak mampu menyerap anggaran hingga Rp 56,1 triliun dan 35 persen belanja pegawai digunakan untuk membiayai pensiunan,” tegas Farhan.
Farhan menyebut sistem pembayaran pensiun PNS cukup memberatkan anggaran. Pasalnya pembayaran pensiun sampai pada anak cucu pegawai tersebut. “Salah pemerintah sendiri memberi pensiun sampai anak cucu,” tegasnya.
4. Mobil dinas banyak gunakan BBM subsidi
Pembengkakan subsidi untuk BBM dinilai juga karena tidak suksesnya program pemerintah dalam melakukan pengendalian BBM subsidi. Terlebih lagi program yang sering didengungkan yaitu mewajibkan mobil dinas menggunakan BBM non Subsidi.
Menurut Sekjen FITRA, Yuna Farhan, hal ini jelas merugikan rakyat kecil karena harus ikut menanggung jika harga BBM subsidi naik.
“Kita menuntut semua mobil dinas dibiayai dengan uang pribadi pemakai, khususnya bahan bakar (minyak),” tegasnya.
Hal ini juga memberi indikasi tidak adanya pemotongan anggaran yang signifikan dari belanja barang yang selama ini menjadi sumber inefisiensi yang sangat besar.
5. Kompensasi BBM hanya untungkan politikus
Meskipun pemerintah dinilai banyak berbohong dalam rencana kenaikan BBM subsidi, FITRA masih terbuka untuk penyesuaian harga tersebut. Namun tidak begitu saja, lembaga ini meminta agar kompensasi kenaikan BBM seperti BLSM, BLT, maupun beasiswa tidak perlu diberikan.
Sekjen FITRA, Yuna Farhan menilai rencana pemberian kompensasi adalah salah satu cara partai politik menyusupkan program populis mencari perhatian rakyat jelang pemilu 2014. Penyesuaian atau kenaikan harga BBM bisa sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah dan sudah dilindungi oleh UU yang ada.
“Kalau mereka mau menyesuaikan harga BBM enggak usah harus ada BLSM, BLT ataupun beasiswa,” jelasnya di Seknas FITRA, Mampang, Jakarta, Minggu (2/6).
Berkaca dari temuan itu, FITRA menuding pengajuan APBN-P Â syarat kepentingan politisasi dan menyelundupkan program simpati masyarakat. Karena itu pihaknya akan meminta DPR segera menghentikan pembahasan revisi anggaran dengan pemerintah.
“(BLSM) juga tidak efektif untuk menanggulangi kemiskinan,” tegas Farhan.
Sumber : Lihat.co.id
Comments
Post a Comment